Saya selalu pengen mencoba menginap di hotel-hotel baru yang lagi happening. Masalahnya, agak susah untuk hotel di kota Jogja, Malang, atau Surabaya. Lha ibu dan adik saya ada rumah di pinggiran Jogja, ngapain nginep di hotel? Harus ada strategi, alasan lain yang tidak menyakiti hati ibu (atau ibu mertua di Malang). Alhamdulillah, doa istri salehah terkabul, saya memenangkan voucher $50 dari Agoda. Cukup lah untuk pesan 2 kamar dan nginep-nginep cantik.
Pilihan saya jatuh ke Hotel GreenHost di daerah Prawirotaman. Sebenarnya inceran saya ada dua: Hotel LOKAL di daerah Gejayan, atau hotel ini. Tapi karena tarifnya lebih murah hotel GreenHost (400 ribuan termasuk pajak), ya sudahlah nanti coba Hotel Lokal lain kali kalau ada rezeki.
Tampak Depan |
Lobi |
Lobi |
Sesuai namanya, hotel GreenHost ini benar-benar green, hijauuuuuu di mana-mana. Tampak depannya dihiasi dengan tanaman rambat dan pot-pot kecil, jadi gampang dibedakan dari bangunan sekitarnya. Hotel ini nylempit di jalan Prawirotaman 2 No. 629. Kalau dilihat di Google Map, nama jalannya Jl Gerilya, satu blok dari jalan Prawirotaman dan Jl Tirtodipuran. Hotel ini juga berada di jalan yang sama dengan hotel Gallery Prawirotaman yang lebih besar dan sudah lebih populer.
Sebelum menginap, saya sudah mengintip website mereka. Desain kamarnya bisa kita pilih, tentu sesuai persediaan ya. Saya memilih kamar Studio Kita 1, dengan dinding plesteran tanpa cat dan dekor dari benda-benda daur ulang. Kami pesan dua kamar, tapi tidak ada kamar connecting-nya, jadi kamar saya dan kamar anak-anak sebelah-sebelahan. Kenapa saya pesan dua kamar? Karena nganu, biar nggak berdesak-desakan, Big A kan sudah besar 🙂 Dan toh pesan dua kamar harganya gak mahal. Kalau untuk keluarga dengan anak 1, cukup pesan 1 kamar saja.
Little A, cousin K, and Big A |
Cek in cepat dan efisien. Kami langsung diberi dua kunci untuk dua kamar di lantai 3. Kamar yang kami dapatkan persis sama dengan foto yang saya lihat di website. Saya suka desainnya yang unik. Lantainya dari kayu dan dindingnya cukup plesteran saja, tanpa cat. Kasurnya cukup nyaman dan luas untuk kami berdua. Lha iya wong anak-anak kami suruh tidur di kamar mereka sendiri :)) Dari jendela kacanya yang lebar dari lantai sampai atap, kami bisa mengintip rumah-rumah kampung tetangga sebelah. Di area luar, di bawah jendela-jendela ini ditanami sereh. Hijau yang menyejukkan mata.
Kamar mandinya cukup luas dengan dinding kaca, jadi bisa diintip dari kamar. Tapi kalau nggak mau diintip ada kordennya kok 😉 Toiletries-nya saya suka, terutama sabun serehnya. Sayangnya pas di kamar saya pasta giginya nggak ada, dan sikat giginya hanya satu. Mungkin terlewat ya housekeeping-nya. Tisunya juga habis. Waktu itu ada masalah dengan flush toilet-nya, tapi segera diperbaiki oleh petugas begitu kami menelepon resepsionis. Oh, ya, lantai kamar mandinya lumayan licin karena dari tegel biasa.
TV di kamar saya juga bermasalah, ada suara mbrebet-nya gitu. Lengkap deh seirama dengan suara karburator AC yang cukup kencang. Tapi di kamar anak-anak TV-nya lancar. Sayangnya channel-nya nggak lengkap, hanya ada HBO Hits, Fox Sport, Disney Junior, Nat Geo People dan Animal Planet. Ukuran lengkap bagi saya sih ada channel Disney (bukan junior) dan Nickelodeon biar anak-anak anteng 😀
Wifi di lantai 3 juga lemah. Ini yang bikin bete Si Ayah karena harus mengerjakan PR. Akhirnya dia ke bawah. Untungnya di bawah wifi-nya lumayan kenceng. Standar kepuasan wifi kami, selemah-lemahnya sama lah ya dengan kecepatan internet di rumah. Kalau enggak, Si Ayah bakalan cranky :p
Kami menginap di sini pas bulan puasa, jadinya tidak sempat mencoba kolam renangnya. Dari segi desain, kolam ini cukup bagus, terletak di tengah hotel, jadi semua kamar bisa mendapat view ke kolam renang. Kolam menyatu dengan lobi depan, plus dekorasi unik yang instagrammable. Tapi kalau dari segi kepraktisan, agak gimana gitu kalau berenang di sebelah restoran tanpa pembatas yang jelas. Gak nyaman kan kalau berenang dilihatin orang-orang yang sedang makan? Solusinya mungkin berenang bukan saat jam makan.
Di bulan puasa, hotel ini menyediakan makan sahur sebagai pengganti sarapan. Menunya sederhana, nasi goreng, mi goreng, ca sawi, tahu, ayam goreng, kerupuk, roti putih dan roti gandum, mentega dan selai, sereal dan minumannya biasa teh, kopi dan air putih. Sayangnya tidak tersedia pilihan buah potong segar. Adanya hanya jeruk dan salak. Saya agak kecewa karena setiap sahur kami selalu makan buah segar. Saya nggak tahu menu sahur ini sama atau tidak dengan menu sarapan. Ketika kami makan sahur memang tamunya nggak banyak, hanya ada beberapa keluarga.
Peta lokasi hotel Greenhost. Klik untuk memperbesar. |
Bagian hotel yang paling keren adalah rooftop-nya. Hotel ini menggunakan bagian atap untuk bertanam sayuran secara hidroponik. Jadi kita bisa melihat selada, sawi, bokchoy, dan herba segar yang ditanam di sana. Nggak cuma ngelihat sih, rooftop ini terutama untuk selfie-selfie 😀 Di depan kamar hotel juga ada kangkung yang ditanam di pipa-pipa pralon yang mengelilingi hotel. Duh, kalau lihat yang segar-segar seperti ini rasanya pengen nyemil.
Lokasi hotel ini juga sangat strategis, di daerah Prawirotaman yang lebih terkenal sebagai kampung bule. Di sini banyak pilihan restoran yang nge-hits, antara lain Via Via, Nanamia Pizzeria, dan Warung Bu Ageng milik seniman Butet Kertaredjasa. Kita juga bisa mampir di toko Cokelat Monggo untuk membeli oleh-oleh yang letaknya persis di depan Warung Bu Ageng. Untuk review tempat-tempat makan, terutama di Jogja, cus langsung ke blog Diladol si food blogger: kokidol.blogspot.co.id. Jangan lupa follow instagram-nya juga di instagram.com/diladol. Kalau memang main di daerah sini, sempatkan untuk mampir ke Ark Gallerie di jalan Suryodiningratan 36A. Kalaupun nggak begitu ngerti seni, minimal bisa foto di tangga Ark untuk update instagram 😉
Daerah Prawirotaman dan sekitarnya ini bisa dijelajahi dengan naik becak, tinggal manggil tukang becak yang nongkrong di depan hotel. Tarifnya sekitar 15-20 ribu untuk jarak dekat.
Dari hotel menuju stasiun Tugu, kita bisa naik taksi, minta ditelponkan resepsionis. Sayangnya taksi di Jogja tidak sebagus di Surabaya, kadang dapat sopir dan mobil yang bau rokok, kadang ada sopir yang nggak mau pakai argo. Waktu itu kami naik taksi Sadewa, dengan argo, dari hotel sampai ke Tugu cukup bayar 25 ribu.
~ The Emak
Follow @travelingprecil