Friday, December 20, 2024
Home » Artikel » [Penginapan] Hostel 5.FootWay.Inn Project Boat Quay Singapore

[Penginapan] Hostel 5.FootWay.Inn Project Boat Quay Singapore

by admin
Hostel’s reception

Boleh nggak sih bawa anak-anak nginep di hostel? Di Singapura boleh-boleh aja tuh, asal di kamar privat.

Setelah over budget menginap di hotel Novotel, saya ingin menyeimbangkan anggaran dengan menginap 2 malam di hostel, yang tarifnya hampir separuh dari tarif hotel bintang empat.

Saya mengandalkan website Hostel World untuk mengetahui daftar hostel yang tersedia di Singapura. Baru kemudian saya cek website masing-masing hostel. Sebagian besar hostel di Singapura, dalam peraturannya menyebutkan, anak-anak di atas usia 2 tahun boleh menginap, asal di kamar privat atau kalau menyewa seluruh bed di dorm (4 kasur atau 6 kasur). 

Setelah browsing dan baca review sana-sini, saya memutuskan memesan kamar di 5.Footway.Inn Project Boat Quay. Grup hostel ini sudah punya banyak properti di Singapura, antara lain di daerah Bugis, Chinatown 1 dan Chinatown 2. Project Boat Quay adalah hostel terbaru mereka. Lokasinya cukup menarik di tepi Singapore River. Sejak melihat foto-foto mereka di website resminya, saya langsung tertarik.

Di hostel, biaya menginap dihitung per orang atau per kasur, bukan per kamar. Tarif di hostel Project Boat Quay ini SGD 34 per orang per malam, atau sekitar Rp 272.000. Total berempat per malam adalah Rp 1.088.000. Saya booking di Hostel World, yang hanya mengenakan deposit 10% dari total tagihan. Deposit saya bayar dengan Pay Pal, sisanya saya bayar tunai di hostel. 

Bunk bed
Double bed

Saya sempat kesal ketika cek in, kamar yang kami pesan, Superior 4 bed Mixed Dorm tidak ada. Padahal saya sudah booking di Hostel World. Mereka menggantinya dengan 2 kamar privat, 1 kamar dengan double bed dan kamar satunya lagi 1 set bunk bed. Saya pikir-pikir nggak papa lah, karena Big A juga sudah cukup besar untuk menjaga adiknya, dan hostel ini dilengkapi pengamanan dengan kartu.

Sudah diduga, Little A senang dengan bunk bed. Kamar privat bunk bed untuk berdua ini sangat sempit dan tanpa jendela. Kamar double bed lebih luas, lantainya yang diberi karpet bisa untuk menggelar barang bawaan dan hasil shopping kami untuk packing di malam terakhir. Masing-masing kamar dilengkapi AC, meja dan bangku, loker yang bisa dikunci, cermin, lampu baca dan colokan charger. Mereka juga menyediakan handuk. 

Kasur, bantal dan spreinya tipis, tidak senyaman kasur di hotel (ya iya laaah). Awalnya saya sempat merasa sesak napas karena sempitnya ruangan tanpa jendela ini. Tapi lama-lama, setelah tersihir sejuknya AC, saya bisa menyesuaikan diri. Apalagi di hostel ini ada fasilitas wifi gratis dengan kecepatan tinggi. Precils bisa anteng streaming You Tube, sementara Emaknya bisa eksis di media sosial. Siapa yang perlu TV layar datar? Dan jendela?

Brekky with a view

Di hostel ini, semua kamar mandinya sharing, tidak ada kamar mandi dalam. Mungkin ini juga yang bikin ragu Emak-Emak lain untuk mencoba hostel. Nanti gimana mandinya di kamar mandi umum? Saya dulu juga begitu, ketika memesan kabin di New Zealand, selalu memilih yang ada kamar mandi dalamnya. Tapi setelah latihan camping di Sydney, dan campervanning Adelaide – Melbourne, kami jadi berani menggunakan toilet dan kamar mandi umum.

Toilet dan kamar mandi perempuan satu lantai dengan resepsionis dan kamar kami, sementara kamar mandi untuk laki-laki di lantai 3. Toilet duduk kering cukup bersih, dengan tisu yang cukup. Ada juga satu toilet dengan semprotan air. Kami tidak pernah harus mengantre untuk memakai toilet atau kamar mandi. Tapi bilik mandi selalu sudah basah lantainya. Desain bilik mandi mereka juga tidak sebagus yang kami temui di Australia, dengan area basah untuk shower dan area kering untuk ganti baju. Bilik mandi di hostel ini cuma seperti ruang bilas di kolam renang di Indonesia. Mereka menyediakan sabun cair dan shampoo dalam dispenser di setiap bilik. Sayangnya cantelan handuk dan gantungan bajunya cuma satu! Lumayan ribet untuk ganti baju, apalagi tidak ada area kering. Tapi ya sudahlah, yang penting badan segar kena air hangat.

Hostel ini juga menyediakan fasilitas laundry dan pengeringan dengan membayar $13 sekali cuci, termasuk deterjen. Saya perlu cuci-cuci karena Little A berbasah-basah di water play Singapore Zoo. Ketika saya lupa mengambil cucian malam-malam, resepsionis cukup berbaik hati mengamankan cucian saya untuk diambil esok harinya.

Satu lagi kelebihan di hostel, mereka menyediakan sarapan gratis. Meskipun ‘cuma’ roti panggang dengan selai, lumayan lah untuk memulai hari. Yang paling menarik dari hostel ini adalah ruang serbaguna mereka di lantai atas. Dari teras, kita bisa sarapan dengan kopi beneran dari mesin kopi dan roti panggang sambil memandang sungai Singapura yang bersih. Cicit burung menimpali obrolan saya dan Si Ayah pagi itu, tentang… statistik untuk validasi penelitian! Kriuk 🙂
 

Lokasi hostel ini berada di antara ruko-ruko pinggir sungai yang kalau malam disulap menjadi tempat untuk makan-makan. Banyak resto yang menawarkan seafood, chinese dan Thai food dan ada beberapa bar bergaya pub di Inggris. Saya sempat tanya harga makanan di sekitar sini, yang ternyata lumayan mahal, $25-$35. Kami pun melenggang menuju Lau Pa Sat yang standar harga makanannya cuma $5 – $7. Hostel ini berada di antara stasiun MRT Clarke Quay (jalur ungu) dan stasiun Raffles Place (jalur merah dan hijau), masing-masing ditempuh 10 menit berjalan kaki (jadi 20 menit kalau dengan Precils). Dari dan ke bandara Changi bisa memilih via stasiun Raffles Place.

Secara umum, kami asyik-asyik aja tinggal di hostel. Precils tetap bisa tidur nyenyak dan nggak komplain berbagi kamar mandi dan toilet. Saya, meskipun bisa mendengar langkah-langkah orang di lorong kamar dan sayup-sayup obrolan tetangga sebelah, akhirnya bisa tidur juga karena kelelahan. Si Ayah senang dengan internet cepat dan gratis, saya senang bisa minum kopi beneran dari mesin kopi. Cuma yang saya rasakan, tamu-tamu di hostel ini lebih banyak yang cuek. Saat sarapan, hanya bule-bule yang membalas ucapan Good Morning saya. Sementara orang-orang Asia, ketika disapa, tersenyum pun tidak. Euw!

~ The Emak 

Baca Juga:  

Leave a Comment

©2022. All Rights Reserved.