Tuesday, December 17, 2024
Home » Artikel » Ultimate Experience at Kangaroo Island

Ultimate Experience at Kangaroo Island

by admin
Pagi yang menakjubkan di Napean Bay, Kangaroo Island
Kangaroo Island, pulau di barat daya Adelaide ini dijuluki a zoo without wall-kebun binatang tanpa pagar. Di pulau ini, bukan kami yang harus ‘mengunjungi’ hewan-hewan khas Australia, tapi mereka yang ‘menyapa’ dan menghampiri kami.

Kami menyeberang ke Kangaroo Island (KI) dari dermaga Cape Jervis, sekitar dua jam dari Adelaide ke arah selatan. Hanya ada satu layanan feri di sini, dioperasikan oleh Sea Link. Tarif feri yang tidak disubsidi oleh pemerintah memang memberatkan. Bahkan penduduk lokal juga mengeluhkan tarif feri yang mahal ini. Tiket pulang pergi untuk kami berempat (2 dewasa 2 anak) plus satu campervan harganya AUD 424. Semahal tiket pesawat ke luar kota! Tapi gakpapa lah kalau dianggap membeli pengalaman sekali seumur hidup.

Tadinya kami ragu-ragu memasukkan Kangaroo Island ke dalam itinerary. Salah satu alasannya karena mahalnya tiket feri tadi. Alasan lain karena ketatnya jadwal kami. Kalau cuma bisa road trip seminggu, hanya cukup untuk jalan dari Adelaide ke Melbourne, tanpa mampir ke pulau. Tapi setelah Si Ayah konfirmasi bisa jalan 10 hari, kami menyisipkan 3 hari khusus di Kangaroo Island. Kata Si Ayah, mending menghabiskan waktu dan menginap di pulau daripada cuma di kota (Adelaide).

Kami sampai di Cape Jervis menjelang senja, mengejar feri jam 6 sore. Di tepi dermaga, terpampang aturan barang-barang yang tidak boleh dibawa masuk ke pulau ini: lebah, madu, kentang, serigala, kelinci dan tanaman tertentu. Peraturan ini tentunya untuk melindungi keanekaragaman hayati di Pulau Kanguru. Tapi, siapa juga ya yang mau membawa serigala? ^_^

Setelah feri datang, saya dan the precils bisa masuk kapal terlebih dahulu. Sementara Si Ayah harus memasukkan sendiri campervan ke dalam feri. Perlu waktu 45 menit untuk menyeberang dari Cape Jervis ke Penneshaw, dermaga di Kangaroo Island. Untungnya laut lumayan tenang, tidak begitu bergejolak. Pihak Sea Link akan membatalkan penyeberangan kalau kondisi laut terlalu berbahaya. Jadi, meskipun sudah booking online, lebih baik menanyakan kepastian berangkat beberapa jam sebelumnya via telpon. Di dalam feri, tidak susah mencari tempat duduk, cukup nyaman plus ada cafe yang menjual kopi, coklat panas dan camilan. Kami tertawa-tawa mengenang perjalanan terakhir kami naik feri dari Tasmania yang sangat tidak sukses: pusing dan mabuk.

Feri Sea Link menurunkan mobil-mobil
Senja di Cape Jervis
Ngopi di dalam feri
Sunrise di Penneshaw

Kami menginap semalam di KI Shores Penneshaw, caravan park terdekat dari dermaga. Sudah malam ketika kami sampai di sana, resepsionis sudah tutup. Kata resepsionis via telpon, kami boleh pilih-pilih tempat sesuka kami, bayarnya besok ketika cek out. Tarif parkir dengan power (listrik) cukup murah, $27 semalam. Kami boleh menggunakan fasilitas yang ada: toilet, kamar mandi, dan air kran untuk mengisi tangki air di campervan.

Malam pertama di campervan berhasil kami lalui dengan selamat :p Pada awalnya kami gedubragan ketika mengubah setting campervan dari tempat duduk menjadi tempat tidur. Hari sudah gelap, koper-koper kami yang banyak membuat ruang di dalam campervan tambah sempit. Akhirnya saya ‘membuang’ barang bawaan itu keluar dan cuma ditutupi sarung bali (tambah satu lagi kegunaan sarung bali selain alas piknik dan sprei darurat). Susah sekali mencari barang-barang yang kami perlukan, saking paniknya saya jadi lupa barang yang satu ini saya taruh di mana. Begitulah, kekacauan di malam pertama yang patut dikenang 😀

Si Ayah adalah morning person, jadi pagi-pagi sekali dia sudah bangun dan berburu keindahan sunrise di dekat dermaga. Pulangnya dia membawa oleh-oleh foto-foto ciamik yang tidak masuk akal bagi saya (karena tidak pernah bisa saya lihat dengan mata kepala sendiri :p). Kami sarapan kopi (susu untuk precils) dan roti yang kami beli di Adelaide hari sebelumnya. Setelah itu kami beres-beres, mengisi tangki air dan mengubah setting campervan kembali menjadi tempat duduk. Little A bahkan sempat menyiram bunga-bunga di sekitar caravan park ini 🙂 Baru setelah jam 11 siang kami bisa melanjutkan perjalanan menuju Seal Bay.

Board Walk di Seal Bay
Sea lion yang leyeh-leyeh kekenyangan di pantai

Jalan utama di Kangaroo Island cukup bagus, beraspal mulus. Pulau ini terbentang sepanjang 155 km dari ujung ke ujung. Buku panduan KI yang sangat bagus, lengkap dengan peta yang detil, bisa diunduh di wesbite resmi ini. Meski sudah punya soft file-nya saya masih mengambil buku panduan ini di dermaga Cape Jervis, agar tidak setiap kali menyalakan gadget. Saran tempat-tempat menarik untuk dikunjungi juga saya dapatkan dari buku ini. Tapi saya tidak membuat itinerary ketat, cukup pilih satu atau dua tempat tempat yang wajib mampir, sisanya kalau sempat dan kalau yang lain setuju.

Seal Bay termasuk di daftar yang wajib dikunjungi. Di pantai ini terdapat koloni sea lion terbesar ketiga di Australia, dengan populasi mencapai 1000 ekor. Jenis sea lion yang kami jumpai di sini berbeda dengan sea lion yang kami lihat di Milford Sound, New Zealand. Singa laut Australia warna kulitnya tidak segelap singa laut Selandia Baru, dan tubuhnya relatif lebih besar. Mungkin ada yang masih bingung bedanya anjing laut dan singa laut? Sila baca di blog ini.

Di Seal Bay, kita bisa memilih untuk jalan-jalan sendiri di boardwalk atau ikut guided tour turun ke pantai. Untuk satu keluarga (2 dewasa 2 anak), biaya boardwalk tour $40, sedangkan ditambah guided tour menjadi $80. Kami memilih guided tour sekalian agar lebih dekat dengan singa-singa laut itu. Sebelum tour dimulai pukul 1 siang, kami punya kesempatan untuk jalan-jalan sendiri di boardwalk yang tersedia. Dari sini kami bisa melihat pemandangan seal bay dengan jelas dan mengamati dari jauh tingkah polah singa laut yang kebanyakan leyeh-leyeh di pasir pantai. Waktu itu kami sempat kaget mendengar suara nyaring singa laut yang bersahut-sahutan. Ternyata memang begitu cara mereka berkomunikasi satu sama lain.

Kami ditemani ranger turun ke pantai. Ternyata kami tidak boleh terlalu dekat dengan hewan ini, karena mereka termasuk binatang buas (!). Jarak minimal yang aman adalah 10 meter. Sementara ranger bercerita tentang Australian Sea lion ini, saya harus jagain Little A karena kadang dia punya ketertarikan sendiri, tidak selalu bisa konsentrasi ke tour guide (ya iya lah). Kami dipandu bersama dengan beberapa orang lainnya, sehingga saya harus memastikan Little A tidak ketinggalan dari rombongan. Ternyata di koloni sea lion, yang harus mencari makan adalah yang betina. Mereka akan pergi selama tiga hari untuk mencari makan di laut lepas, dan baru pulang setelahnya untuk memberi makan pada anak-anaknya. Setelah itu mereka bisa leyeh-leyeh sepuasnya, bermandi matahari di pasir pantai. Kami sempat melihat ‘atraksi’ beberapa singa laut yang pulang dari mencari makan di lautan. Mereka menaiki ombak, meluncur dengan indah dan mendarat di pantai. Lalu mereka berteriak-teriak memanggil keluarganya sambil berjalan lenggak-lenggok menyusuri pantai. Aksi mereka di habitat asalnya ini jauh lebih seru daripada menonton di sirkus atau kebun binatang 🙂

The Emak di Vivonne Bay
Burung-burung camar di Vivonne Bay


Resident Koala at Vivonne Bay Tourist Park
Kanguru di West KI Caravan Park

Puas di Seal Bay, kami melanjutkan perjalanan ke Vivonne Bay, yang menurut orang lokal merupakan pantai tercakep di Australia 🙂 Masa sih? Saya ingin membuktikan. Sayangnya jalan menuju Vivonne Bay tidak begitu mulus. Dari jalan utama yang beraspal, kami harus berbelok ke kiri melewati jalanan tanah. Campervan kami langsung berontak dan mengeluarkan bunyi-bunyian gemerincing dari laci-laci dapur :p Duh, Si Ayah jadi sewot dan menyetir dengan super pelan dan hati-hati. Kami hampir sampai di ujung pantai, ketika jalanan menukik turun dan naik lagi dengan tajam. Wah, kayaknya tidak cocok untuk dilalui campervan. Saya tidak tahu apakah kondisi jalan memang seperti ini atau kebetulan jalan sedang dalam perbaikan. Akhirnya kami mundur teratur dan berbalik menuju Vivonne Bay Tourist Park yang tidak jauh dari situ. Tourist park ini tidak dijaga. Yang ingin bermalam di sini bisa daftar sendiri dan memasukkan biaya sesuai tarif di kotak. Maklum, penduduk sini jujur semua :p Di sini kami cuma numpang makan siang, dari perbekalan yang ada.

Ketika kami sedang asyik-asyiknya nyemil stroberi, ada dua perempuan paruh baya yang menghampiri,. “Do you speak English?” tanyanya. “Yes, we do,” jawab Si Ayah kalem. Ternyata mereka ingin memamerkan seekor koala yang asyik nangkring di pohon. Mereka berdua semangat banget menunjukkan koala itu ke Little A. “This is our personal pet,” kata salah satu perempuan itu, yang ternyata memang tinggal di Vivonne Bay. Dia punya cottage yang menghadap laut. Kami melanjutkan ngemil stroberi di bawah pandangan mata si koala.  

Setelah kenyang, kami punya energi lagi untuk turun ke pantai. Ternyata dari tourist park ini kami bisa menyusuri Harriet River yang bermuara di Vivonne Bay. Pantai ini sepi sekali, hanya ada kami dan mas-mas India yang main kayak. Saya berteriak-teriak, melompat-lompat, berjoged dan balapan lari dengan Little A. Puas, hehe. Kami tidak sampai masuk ke air karena pasti dingin sekali di awal musim semi.

Tadinya kami sempat kepikiran untuk bermalam di Vivonne Bay Tourist Park ini  karena tarifnya lumayan murah. Tapi kok serem juga ya kalau malam. Akhirnya kami putuskan menginap di KI West Caravan park. Kami masih harus berjalan ke barat sekitar 35 km lagi, melalui jalan utama. Dalam perjalanan itu saya bertanya-tanya kok belum melihat satu pun kanguru hidup di sini. Padahal harusnya Pulau Kanguru banyak kanguru-nya kan? Yang kami lihat malah beberapa kanguru di tepi jalan, yang mati tergencet mobil. Kejadian kanguru tertabrak mobil ini sering sekali terjadi, di berbagai belahan Australia. Mungkin mereka tidak bisa beradaptasi dalam habitat baru yang dilewati kendaraan bermotor. Saya mengurungkan niat mengutuk jalan tanah yang membuat campervan kami terguncang-guncang. Kalau semua jalan dilapis aspal, dan semua mobil melaju kencang, pasti bakal lebih banyak lagi kanguru yang mati.

Pertanyaan saya terjawab dengan sendirinya, lima kilometer sebelum caravan park yang kami tuju, banyak sekali kanguru yang berkeliaran di tepi-tepi jalan. Ada yang sedang bercanda dengan teman-temannya, melompat-lompat atau yang cuma leyeh-leyeh sambil menatap heran ke campervan kami. Si Ayah harus mengemudikan kendaraan dengan pelan-pelan sekali agar tidak menabrak mereka yang tentu tidak memberi tanda kalau ingin menyeberang. Daerah ini disebut Hanson Bay Sanctuary, di ujungnya ada penginapan yang mewah banget: Southern Ocean Lodge. Untuk menginap di sini kita perlu merogoh kocek sebesar AUD 1200 per orang per malam. Wah, kalau The Emak nunggu ada yang mengundang gratis aja :p Saya sebenarnya penasaran dengan Hanson Bay Sanctuary ini, tapi hari sudah sore dan Si Ayah tidak ingin kami kemalaman lagi cek in di caravan park. Ya udah saya menurut sambil memikirkan cara bertemu langsung dengan kanguru-kanguru liar itu.

Tarif menginap semalam di KI West Caravan park ini $40. Lebih mahal memang, karena ada resepsionis yang jaga 24 jam. Kami yang belum terlalu lapar hanya makan malam dengan segelas coklat panas ditemani pie daging dan keju. Sambil makan, Little A dan Si Ayah bermain dengan iPad. Tiba-tiba, ada tamu tak diundang yang menghampiri campervan kami, dengan melompat! Betul, ada dua ekor kanguru yang menyapa kami. Yang satu kecil, tapi masih lebih tinggi daripada Little A, satunya lagi cukup besar, hampir setinggi saya. Duh, kami langsung menyelamatkan makanan dan masuk ke dalam campervan. Saya takut kena tinju kanguru ini. Mereka kabarnya memang jago bertinju, orang dewasa bisa pingsan kalau kena tinju kanguru. Kami deg-degan tapi excited dengan tamu-tamu ini. Ternyata mereka cuma mau mengunyah bunga-bunga dari pohon di dekat campervan kami. Si Ayah akhirnya bisa mengabadikan kanguru ini, meski tidak begitu fokus karena hari sudah beranjak gelap. Saya melihat mata Little A berkilat-kilat dengan keingintahuan sekaligus rasa cemas, mengamati kanguru yang mampir untuk menikmati makan malamnya. Ah, mungkin bukan mereka yang menjadi tamu kami. Keluarga kami lah yang berkunjung ke habitat mereka 🙂

Pagi hari kami dibangunkan suara kalkun yang berkokok dengan berisik. Kami bangun dengan lebih segar, karena sudah semakin ahli dan semakin cepat membongkar pasang campervan. Setelah mandi shower dengan air hangat di kamar mandi umum, saya menyiapkan sarapan istimewa: nasi sosis dengan lalap! The Precils makan dengan lahap, meski beberapa kali harus menghalau bebek-bebek liar yang menghampiri dan minta jatah makan 😀

Setelah cek out, kami berkendara ke arah utara melalui jalan utama. Sebenarnya masih ada beberapa tempat menarik yang bisa dikunjungi di bagian barat pulau ini, di antaranya Remarkable Rocks dan Admirals Arch yang menjadi ikon Kangaroo Island. Sayangnya kami tidak punya banyak waktu. Lagipula, the precils pasti tidak begitu suka diajak melihat batu-batuan :p Sebagai gantinya, kami menuju Parndana Wildlife Park, kebun binatang yang ada di tengah-tengah pulau.

Konsep kebun binatang ini mirip dengan yang pernah kami singgahi di Sydney: Featherdale Wildlife Park. Pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan hewan-hewan yang ada. Saya dan Little A mencoba memberi makan kanguru, tapi kami memilih yang paling kecil dan jinak 🙂 Lalu kami berkeliling melihat-lihat hewan yang lain. Saya tidak begitu suka dengan kebun binatang ini karena toh kami sudah melihat dan malah didatangi oleh hewan-hewan khas Australia di habitat asalnya. Tapi sepertinya Si Ayah menikmati koleksi burung-burung langka di sini. Dan memang koleksi burungnya bagus-bagus. Yang paling lumayan adalah aviary-nya. Kita bisa berinteraksi langsung di ruangan besar berisi burung-burung berbulu indah yang berkicau. 

burung biru yang kesepian
Si Ayah berpose di depan hamparan bunga canola
lebah-lebah di sarangnya
Big A nyobain semua rasa madu organik 🙂

Setelah mampir sejenak di kota (sangat) kecil Parndana untuk membeli camilan, kami langsung berkendara ke ujung timur lagi. Kingscote, tujuan kami, adalah ibukota dari Kangaroo Island. Sampai di sini, saya ingin makan siang yang pantas istimewa, sekali-kali ke restoran lah :p Sebenarnya saya ingin makan fish & chips yang katanya terenak di pulau ini, tapi sayangnya tidak menemukan restorannya. Atau mungkin saya yang salah sangka, mengira fish & chips itu warung di pinggir jalan, tapi ternyata yang ada adalah restoran yang tampaknya mewah. Duh, sebelum banyak dolar melayang, kami melipir ke kafe yang menyajikan makanan Mexico, yang review-nya lumayan bagus di Trip Advisor: Yellow Ash & Chilli. Di kafe yang interiornya warna-warni ini kami memesan Nachos dan Quesadilla (isi mushroom untuk The Emak dan isi keju untuk precils). Makanannya enak, pelayanan bagus, meskipun agak lama, dan tempatnya menyenangkan. Mereka memberi Little A kertas dan crayon untuk corat-coret sementara menunggu. Mereka juga punya toilet yang bersih banget.

Akhirnya cita-cita The Emak makan siang mewah (untuk ukuran Si Ayah) kesampaian juga 😀 Saya ingat ketika memarkir campervan di depan resto ini, ada penduduk lokal yang menyapa, menanyakan kami dari mana. Setelah tahu kami dari Indonesia, dia bilang, “Ah, I remember when your tall ship, de-wa ru-tji (?) visited this island in 1970. I got the autographs from all of the crews, and keep them until now.” Wow, saya jadi mencari-cari berita tentang pelayaran kapal Dewaruci, dan memang pada tahun 1970, mereka berlayar dari Surabaya – Fremantle – Melbourne – Sydney – Brisbane – Townsville – Ambon – Jakarta – Surabaya. Mestinya memang mampir di Kangaroo Island ketika berlayar dari Fremantle (Perth) ke Melbourne. Kami tidak sempat ngobrol lebih lanjut, dan akhirnya dia bilang, “Enjoy Kangaroo Island.”

Perhentian selanjutnya adalah Island Beehive, produsen madu organik di Kangaroo Island. Di sini kita bisa mencicipi segala jenis madu organik yang mereka produksi, melihat lebah-lebah di sarangnya dan tentu saja berbelanja. Madu di Australia sangat terjamin kualitasnya, tidak ada yang dicampur-campur dengan bahan lain. Dari semua madu yang pernah saya cicipi, madu organik asli Kangaroo Island ini yang paling enak.Little A paling suka madu dari bunga sugar gum yang memang paling manis. Kami membeli beberapa botol kecil untuk oleh-oleh dan nantinya berguna juga sebagai olesan pancake dalam road trip ini.

Sunrise di Nepean Bay
Pantai pribadi – Nepean Bay

Pertigaan nan sepi di Kangaroo Island


Malam ketiga atau terakhir di Kangaroo Island ini, kami menginap di Bronlow Tourist Park dengan tarif $45 per malam. Dari seluruh pulau, hanya Kingscote yang memiliki layanan internet. Kami pun membeli voucher $5 untuk 2 jam internet, tapi koneksinya tidak begitu bagus. Cukupan lah untuk melihat-lihat email dan memberi kabar ke keluarga lewat Facebook 🙂

Tourist park yang satu ini dekat sekali dengan pantai yang ombaknya kalem, atau bisa dibilang tidak ada ombaknya: Nepean Bay. Tinggal berjalan kaki 50 meter. Kami rencananya ingin melihat Pelican Feeding di Kingscote jetty, tapi akhirnya membatalkan rencana itu dan sebagai gantinya main-main air di Nepean Bay. Kalau sudah sampai di caravan park, rasanya memang malas keluar lagi, karena harus membawa serta ‘rumah’ kami. Little A senang sekali main-main air di pantai yang sepi banget ini, meskipun airnya dingin. Hanya ada dua orang yang jogging melintasi pantai. Tadinya saya agak menyesal batal melihat atraksi memberi makan Pelican, hewan khas di Kingscote. Tapi begitu saya selesai memikirkan penyesalan saya itu, seekor pelican meluncur dengan anggun di atas air, mendekati Little A yang semakin lama semakin ke tengah. Terbukti sekali lagi kalau di pulau ini, hewan-hewan yang menghampiri kita 🙂

Pagi harinya, Si Ayah menggoyang-goyangkan tubuh saya yang masih meringkuk di kantong tidur.”Mau ikut nggak? Aku mau motret sunrise di pantai.” Tumben Si Ayah ngajak-ngajak, biasanya dia langsung pergi karena saya susah sekali bangun pagi. Saya sudah mau pergi, tapi begitu kulit saya menyentuh udara pagi hari yang menggigit tulang, langsung saya meringkuk di kantung tidur lagi. Saya tidak sadar kalau pagi itu saya melewatkan sunrise paling menakjubkan yang pernah dilihat Si Ayah, si pemburu sunrise-sunrise cantik. Ketika kami ngopi, dia bercerita magical sunrise moment-nya. Langit memerah, dan hanya ada dia di sana, ditemani beberapa ekor pelican dan burung-burung camar. Saya cuma bisa melongo melihat foto-foto ajaibnya.

Pagi itu kami harus kembali ke mainland Australia, menumpang feri pukul 10.30 pagi. Belum puas rasanya jalan-jalan di pulau ini. Tapi setidaknya kami membawa pulang beberapa kenangan, dan terutama kisah menarik untuk diceritakan.

~ The Emak

Leave a Comment

©2022. All Rights Reserved.